by Aizan SS | Nov 3, 2025 | Artikel D3
Penulis: Fatimah, SSiT., M.Kes 
Dosen Prodi D3 Kebidanan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Alma Ata
Kehamilan di usia remaja, yang didefinisikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai kehamilan yang terjadi pada perempuan berusia 10 hingga 19 tahun, merupakan isu kesehatan global yang mendesak. Seringkali dipandang hanya sebagai masalah sosial, kehamilan remaja sebenarnya adalah krisis medis yang membawa risiko multidimensi—tidak hanya bagi sang ibu muda, tetapi juga bagi bayi yang dikandungnya, serta dampak jangka panjang pada tatanan sosial-ekonomi.
Tubuh remaja yang masih dalam masa pertumbuhan belum sepenuhnya siap secara fisik maupun psikologis untuk menanggung beban kehamilan dan persalinan. Konsekuensinya jauh lebih serius daripada yang dibayangkan, seperti yang ditunjukkan oleh berbagai penelitian internasional terbaru.
Risiko Kesehatan Fisik bagi Ibu Remaja
Komplikasi selama kehamilan dan persalinan adalah salah satu penyebab utama kematian di antara anak perempuan berusia 15-19 tahun secara global. Tubuh yang belum matang secara biologis meningkatkan kerentanan terhadap berbagai kondisi medis serius, diantaranya:
- Preeklamsia dan Eklamsia: Ibu remaja, terutama mereka yang masih sangat muda, menghadapi risiko yang jauh lebih tinggi untuk mengalami preeklamsia—suatu kondisi komplikasi kehamilan yang ditandai dengan tekanan darah tinggi. Sebuah studi kasus-kontrol yang dipublikasikan pada tahun 2023 menemukan bahwa kehamilan remaja secara signifikan terkait dengan peningkatan risiko gangguan hipertensi kehamilan (Ghanbary et al., 2023). Jika tidak ditangani, kondisi ini dapat berkembang menjadi eklamsia, yang menyebabkan kejang dan dapat berakibat fatal.
 
- Anemia Berat: Remaja seringkali rentan mengalami anemia (kekurangan sel darah merah) bahkan sebelum hamil. Kehamilan menuntut kebutuhan zat besi dan nutrisi yang lebih tinggi, yang seringkali tidak terpenuhi, menyebabkan anemia berat. Anemia pada ibu hamil tidak hanya menyebabkan kelelahan ekstrem tetapi juga meningkatkan risiko pendarahan hebat pasca-persalinan.
 
- Komplikasi Persalinan: Panggul remaja yang mungkin belum berkembang sepenuhnya meningkatkan risiko persalinan macet (obstructed labor). Selain itu, data WHO (2024) menunjukkan bahwa pendarahan hebat (severe bleeding) pasca-persalinan adalah salah satu penyebab utama kematian ibu, sebuah risiko yang juga dihadapi oleh ibu remaja.
 
Dampak Serius pada Janin dan Bayi
Risiko tidak hanya berhenti pada ibu. Janin yang dikandung oleh ibu remaja juga menghadapi tantangan berat sejak dalam kandungan hingga setelah kelahiran.
- Kelahiran Prematur dan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR): Ini adalah dua risiko paling konsisten yang ditemukan dalam penelitian. Tubuh remaja yang bersaing untuk mendapatkan nutrisi dengan janin yang sedang tumbuh, ditambah dengan faktor-faktor seperti perawatan antenatal yang tidak memadai, berkontribusi besar terhadap hal ini. Bayi yang lahir prematur atau dengan BBLR memiliki risiko lebih tinggi mengalami masalah pernapasan, infeksi, dan keterlambatan perkembangan.
 
- Kematian Neonatal dan Lahir Mati (Stillbirth): Sebuah studi komprehensif menemukan bahwa ibu berusia 10-19 tahun memiliki risiko yang secara signifikan lebih tinggi untuk mengalami stillbirth (lahir mati) dan kematian neonatal (kematian bayi dalam 28 hari pertama kehidupan) dibandingkan dengan ibu berusia 20-34 tahun (Wang et al., 2020).
 
Konsekuensi Kesehatan Mental
Dampak psikologis dari kehamilan remaja seringkali terabaikan namun sangat merusak. Transisi mendadak menjadi ibu di saat psikologis remaja sendiri belum stabil dapat memicu masalah kesehatan mental yang serius.
Sebuah tinjauan sistematis (systematic review) yang dipublikasikan pada tahun 2024 secara khusus meneliti hasil kesehatan mental pada ibu remaja. Tinjauan tersebut mengonfirmasi bahwa ibu remaja memiliki tingkat depresi pasca-persalinan (postpartum depression) yang “secara signifikan lebih tinggi” (MacGinty et al., 2024). Selain depresi, mereka juga menghadapi peningkatan risiko kecemasan, stres kronis, dan bahkan ideasi bunuh diri, yang diperburuk oleh stigma sosial dan kurangnya dukungan
Dampak Sosial-Ekonomi Jangka Panjang
Konsekuensi dari kehamilan remaja melampaui ruang bersalin dan berdampak pada seluruh lintasan kehidupan seorang perempuan. Ini menciptakan apa yang sering disebut sebagai “siklus kemiskinan” antargenerasi.
Penelitian terbaru dari tahun 2024 yang berfokus pada dampak sosio-ekonomi menyoroti bahwa kehamilan remaja sangat berkorelasi negatif dengan pencapaian pendidikan (Perera et al., 2024). Banyak remaja perempuan terpaksa putus sekolah, yang secara drastis membatasi peluang kerja mereka di masa depan. Ketergantungan finansial, pendapatan yang lebih rendah seumur hidup, dan stabilitas ekonomi yang buruk adalah kenyataan pahit yang dihadapi oleh banyak ibu remaja, yang pada gilirannya juga berdampak pada kualitas hidup anak mereka.
Daftar Referensi
- Ghanbary, S., Razeghi, M., Zare, S., & Hekmat, K. (2023). Adverse Maternal, Perinatal, and Neonatal Outcomes in Adolescent Pregnancies: A Case-Control Study. Shiraz E-Medical Journal, 24(8). https://www.semanticscholar.org/paper/Adverse-Maternal%2C-Perinatal%2C-and-Neonatal-Outcomes-Mohammadian-Nejadifard/cf46f3526e023ae4a66c15ec5c3a0ca214153b64
 
- MacGinty, R., Abdel-Khalig, I., Hopwood, S., & Howard, L. M. (2024). Mental health outcomes beyond the post-partum period among adolescent mothers: a systematic review and meta-analysis. BMC Pregnancy and Childbirth, 24(1), 105. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/38313449/
 
- Perera, S., Abdul-Mumin, A. R., & Wickramasinghe, N. D. (2024). Socioeconomic impacts of adolescent pregnancy on education and future employment in Batticaloa District, Sri Lanka. BMC Public Health, 24(1), 1045. https://bmcpublichealth.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12889-025-24108-x
 
- Wang, Y., et al. (2020). The adverse maternal and perinatal outcomes of adolescent pregnancy: a cross sectional study in Hebei, China. BMC Pregnancy and Childbirth, 20(183). https://bmcpregnancychildbirth.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12884-020-03022-7
 
- World Health Organization (WHO). (2024).Maternal mortality: Fact sheet. Diakses dari [situs resmi WHO]. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/maternal-mortality
 
				
					
			
					
											
								
							
					
															
					
					 by Aizan SS | Oct 29, 2025 | Artikel D3
				
				
				
				
				
				
				
								
				
				
				
				
				
				
				
				
				
				Penulis : Dr. Restu Pangestuti, S.ST., M.KM
Dosen Prodi D3 Kebidanan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Alma Ata
Intususepsi (atau invaginasi) adalah kondisi medis serius di mana sebagian usus melipat atau “teleskopik” ke dalam bagian usus yang berdekatan. Kondisi ini menyebabkan sumbatan pada usus, menghalangi lewatnya makanan dan cairan. Lebih berbahaya lagi, intususepsi dapat memutus aliran darah ke bagian usus yang terlipat. Jika tidak segera ditangani, ini dapat menyebabkan kematian jaringan (nekrosis), infeksi parah pada rongga perut (peritonitis), hingga robeknya usus (perforasi). Kondisi ini paling sering terjadi pada bayi dan anak-anak, terutama pada rentang usia 3 bulan hingga 3 tahun, dan merupakan penyebab paling umum dari obstruksi usus pada kelompok usia ini. Meskipun jarang, intususepsi juga bisa terjadi pada orang dewasa.
Gejala Khas Intususepsi
1. Nyeri Perut Mendadak dan Hebat (Kolik)
Ini adalah gejala utama. Anak yang sebelumnya sehat tiba-tiba akan menangis kencang dan tampak sangat kesakitan. Mereka mungkin akan menarik lututnya ke dada. Nyeri ini bersifat siklikal (datang dan pergi). Anak mungkin akan tenang dan tampak normal selama 15-20 menit, sebelum serangan nyeri hebat datang kembali. Seiring waktu, jeda antar serangan nyeri akan semakin singkat.
2. Muntah
Pada awalnya, anak mungkin memuntahkan sisa makanan. Namun, seiring berjalannya sumbatan, muntah dapat berubah menjadi kuning kehijauan (cairan empedu).
3. Tinja Seperti “Jeli Stroberi” (Strawberry Jelly Stool)
Ini adalah tanda yang sangat spesifik. Karena usus yang terlipat membengkak dan bergesekan, terjadi pendarahan dan keluarnya lendir. Campuran darah dan lendir ini menghasilkan tinja yang tampak khas seperti jeli berwarna merah gelap. Penting untuk dicatat bahwa gejala ini adalah gejala lanjut, jangan menunggu gejala ini muncul untuk mencari pertolongan.
Gejala Lain yang Perlu Diwaspadai:
- Lemas atau Lesu (Letargi): Anak tampak sangat lelah, pucat, dan tidak berenergi, bahkan di antara episode nyeri.
 
- Teraba Benjolan: Dokter atau orang tua mungkin dapat merasakan adanya benjolan berbentuk seperti sosis di area perut.
 
- Dehidrasi: Akibat muntah dan tidak mau minum, anak bisa cepat mengalami dehidrasi (mata cekung, mulut kering, jarang buang air kecil).
 
Tiga gejala klasik (nyeri perut, teraba benjolan, dan tinja berdarah) disebut sebagai “trias klasik”, meskipun tidak semua pasien mengalami ketiganya secara bersamaan.
Penyebab Intususepsi
Penyebab intususepsi seringkali berbeda antara anak-anak dan orang dewasa.
a. Pada Anak-Anak
Pada sebagian besar kasus (sekitar 90%), penyebabnya tidak diketahui secara pasti (idiopatik). Namun, kondisi ini sering dikaitkan dengan infeksi virus, seperti flu perut (gastroenteritis) atau infeksi saluran napas (seperti adenovirus). Teori yang paling umum adalah infeksi ini menyebabkan pembengkakan kelenjar getah bening di dalam dinding usus. Kelenjar yang bengkak ini kemudian bertindak sebagai “titik pemicu” (lead point) yang ditarik oleh gerakan normal usus, menyebabkannya terlipat.
b. Pada Orang Dewasa
Intususepsi pada orang dewasa jauh lebih jarang terjadi. Berbeda dengan anak-anak, hampir selalu ada “titik pemicu” patologis di dalam usus, seperti:
·   Polip usus
·   Tumor (baik jinak maupun ganas, seperti kanker usus besar)
·   Jaringan parut akibat operasi sebelumnya
·   Kondisi peradangan seperti penyakit Crohn
Bagaimana Dokter Memastikannya?
Karena merupakan kondisi gawat darurat, diagnosis harus dilakukan dengan cepat.
- Pemeriksaan Fisik: Dokter akan memeriksa perut untuk mencari adanya benjolan atau tanda-tanda nyeri.
 
- Ultrasonografi (USG) Perut: Ini adalah metode diagnostik pilihan utama dan paling akurat untuk intususepsi pada anak-anak. USG akan menunjukkan gambaran khas “tanda target” (target sign atau doughnut sign), yang merupakan penampakan usus yang terlipat dari sudut potong melintang.
 
- Enema (Barium atau Udara): Prosedur ini tidak hanya dapat mendiagnosis tetapi juga seringkali langsung mengobati kondisi ini.
 
Pengobatan
Intususepsi adalah keadaan darurat medis yang memerlukan penanganan segera.
1. Stabilisasi Pasien
Langkah pertama adalah menstabilkan pasien, terutama jika mereka mengalami dehidrasi. Ini dilakukan dengan memberikan cairan melalui infus (IV) dan memasang selang nasogastrik (NGT) melalui hidung ke lambung untuk mengurangi tekanan dan muntah.
2. Enema Terapeutik (Non-Bedah)
Ini adalah pengobatan lini pertama untuk anak-anak jika tidak ada tanda-tanda robekan usus.
·   Prosedur: Dokter (radiolog) akan memasukkan selang kecil ke dalam rektum anak. Melalui selang ini, udara (enema udara) atau cairan kontras (barium enema) akan dipompakan secara perlahan.
·   Cara Kerja: Tekanan dari udara atau cairan tersebut akan mendorong bagian usus yang terlipat kembali ke posisi normalnya.
·   Tingkat Keberhasilan: Prosedur ini memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi (sekitar 80-90%) pada anak-anak jika dilakukan dengan cepat.
3. Pembedahan (Operasi) Operasi diperlukan jika:
·   Enema terapeutik gagal mengembalikan posisi usus.
·   Ada tanda-tanda robekan (perforasi) pada usus.
·   Pasien mengalami peritonitis (infeksi rongga perut).
·   Pasien adalah orang dewasa (karena kemungkinan besar penyebabnya adalah tumor yang juga perlu diangkat).
Pembedahan dapat dilakukan secara laparoskopi (teknik lubang kunci) atau bedah terbuka. Dokter akan mencoba mendorong usus kembali ke tempatnya secara manual. Jika sebagian usus sudah mati (nekrosis) karena kekurangan darah, bagian tersebut harus dipotong dan dibuang, lalu kedua ujung usus yang sehat akan disambungkan kembali.
Kesimpulan:
Intususepsi adalah kondisi serius yang bisa berakibat fatal jika ditelantarkan. Kunci dari penanganan yang sukses adalah deteksi dini. Jika anak yang berusia di bawah 3 tahun, menunjukkan gejala nyeri perut hebat yang datang dan pergi, disertai muntah dan kelesuan, jangan tunda untuk segera mencari pertolongan medis di unit gawat darurat. Mengabaikan gejala ini dengan berpikir “hanya kolik biasa” bisa sangat berbahaya. Semakin cepat ditangani, semakin besar kemungkinan usus dapat diselamatkan tanpa perlu operasi.
Referensi
1. Mayo Clinic — Intussusception: Symptoms & causes. https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/intussusception/symptoms-causes/syc-20351452 Mayo Clinic
2. Merck Manual — Intussusception (Professional Version). https://www.merckmanuals.com/professional/pediatrics/gastrointestinal-disorders-in-neonates-and-infants/intussusception Merck Manuals
3. Radiopaedia — Intussusception. https://radiopaedia.org/articles/intussusception?lang=us Radiopaedia
4. StatPearls Publishing — Child Intussusception. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK431078/ NCBI5. UpToDate — Intussusception in children: Clinical features and diagnosis. https://www.uptodate.com/contents/intussusception-in-children UpToDate
 
			 
			 			
				
				
				
				
			 		
				
				
			 				
					
			
					
											
								
							
					
															
					
					 by Aizan SS | Oct 28, 2025 | Artikel D3
Penulis: Dyah Pradnya Paramita, SST., M.Kes 
Dosen Prodi D3 Kebidanan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Alma Ata
Olahraga selama kehamilan memiliki banyak manfaat baik untuk sang ibu maupun janin yang sedang dikandungnya. Manfaat yang bisa diperoleh ketika ibu hamil rajin berolahraga yaitu meningkatkan stamina dan kekuatan tubuh ibu hamil, membantu menjaga berat badan yang sehat, meningkatkan mood dan mengurangi stress, meningkatkan kualitas tidur, meningkatkan peredaran darah dan mempercepat pemulihan pasca persalinan. Meskipun olahraga merupakan hal yang dianjurkan untuk ibu hamil, namun sebaiknya sebelum melakukan olahraga, ibu hamil perlu ke Bidan untuk memastikan tidak ada kontraindikasi melakukan olahraga.
Ada banyak jenis olahraga yang dapat dipilih oleh ibu untuk dilakukan selama kehamilan berlangsung, seperti berjalan santai, berenang, senam hamil dan prenatal yoga. Prenatal yoga merupakan salah satu jenis olahraga yang saat ini banyak digemari. Gerakan-gerakan yang ada pada prenatal yoga telah dirancang khusus untuk ibu hamil. Dengan rutin melakukan prenatal yoga, maka beragam manfaat yang dapat dirasakan ibu yaitu mengurangi ketidaknyamanan-ketidaknyamanan selama kehamilan misalnya nyeri pada punggung, sulit tidur, sesak nafas, bengkak pada kaki dan kecemasan. Selain itu, gerakan-gerakan pada prenatal yoga mampu mempersiapkan ibu dalam menghadapi proses persalinan. Dalam sebuah hasil penelitian diterangkan bahwa gerakan pada prenatal yoga mampu membuat otot-otot pada daerah panggul menjadi lebih kuat dan lentur sehingga nantinya menjadikan proses persalinan menjadi lebih mudah dan cepat
Waktu yang tepat untuk memulai melakukan prenatal yoga yaitu saat usia kehamilan 14-16 minggu kehamilan. Ibu dapat melakukan sebanyak 2-3x dalam seminggu dengan durasi 60-90 menit setiap sesi latihan. Sebelum melakukan prenatal yoga, sebaiknya ibu memastikan diri terlebih dahulu bahwa ibu dan janin dalam kondisi yang sehat. Kondisi ibu yang tidak disarankan melakukan prenatal yoga yaitu tekanan darah di atas 140/90 mmHg, pernah mengalami perdarahan selama kehamilan, letak plasenta menutupi jalan lahir dan sering mengalami kram pada perut selama kehamilan.
Berikut ini beberapa gerakan yang umum dilakukan dalam yoga prenatal antara lain:
- Cat-Cow Pose
 
Pose ini terdiri dari dua gerakan yang mengalir secara bergantian, membentuk gerakan yang lembut dan mengalir antara posisi kucing (Cat Pose) dan posisi sapi (Cow Pose). Cat-Cow Pose membantu mengurangi ketegangan di bagian belakang, meningkatkan kelenturan tulang belakang, serta membantu melancarkan peredaran darah. Selain itu, pose ini juga dapat membantu mengurangi gejala ketidaknyamanan yang sering dialami selama kehamilan, seperti nyeri punggung dan ketegangan otot.
- Child’s Pose
 
Child’s Pose, juga dikenal sebagai Balasana dalam bahasa Sanskerta, adalah gerakan yoga yang populer dan sering dipraktekkan karena efek menenangkan dan merilekskan bagi pikiran dan tubuh. Gerakan ini sering digunakan sebagai posisi istirahat selama latihan yoga atau sebagai cara untuk mengurangi stres dan ketegangan, menenangkan pikiran serta membantu merangsang pencernaan dan mengurangi ketidaknyamanan pencernaan.
- Pelvic Tilts
 
Pelvic Tilts adalah gerakan sederhana yang dapat memberikan manfaat besar bagi kesehatan tulang belakang dan otot panggul. Gerakan ini digunakan dalam berbagai jenis latihan, termasuk yoga, pilates, dan rehabilitasi fisik, untuk memperkuat otot inti dan meningkatkan fleksibilitas panggul.
- Butterfly Stretch
 
Butterfly Stretch, atau dikenal sebagai gerakan kupu-kupu, adalah peregangan yang populer untuk meningkatkan fleksibilitas otot panggul dan paha. Gerakan ini sering digunakan dalam yoga, senam, dan latihan peregangan untuk meredakan ketegangan otot dan meningkatkan rentang gerak tubuh.
Olahraga selama kehamilan, termasuk yoga prenatal, sangat penting untuk menjaga kesehatan ibu dan janin. Dengan melakukan olahraga yang tepat dan dalam pengawasan yang benar, ibu hamil dapat merasakan manfaat yang luar biasa dari aktivitas fisik tersebut.
Referensi:
American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG). (2015). Physical Activity and Exercise During Pregnancy and the Postpartum Period.
The National Health Service (NHS). (2017). Exercise in pregnancy.Dewi, Y. V. A., & Rispiani, E. D. (2023). Prenatal Yoga Hubungan Prenatal Yoga Terhadap Proses Persalinan Di PMB Y. Jurnal Kesehatan Karya Husada, 11(2, Juni), 112-119.
				
					
			
					
											
								
							
					
															
					
					 by Aizan SS | Oct 24, 2025 | Artikel D3
Penulis: Alifa Risda Fadilasari, Bdn., M.Tr.Keb
Dosen Prodi D3 Kebidanan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Alma Ata
Di era modern ini, peran seorang bidan telah berkembang jauh melampaui tugas membantu persalinan. Bidan kini berada di garda terdepan dalam menjaga kesehatan ibu secara holistik, yang tidak hanya mencakup fisik, tetapi juga aspek psikologis dan sosial. Salah satu isu terkini yang menjadi fokus utama dalam praktik kebidanan adalah Kesehatan Mental Perinatal (Perinatal Mental Health – PMH).
Bagi banyak orang, masa kehamilan dan pasca-persalinan dibayangkan sebagai periode penuh kebahagiaan. Namun, kenyataannya, periode ini adalah masa transisi besar yang sarat dengan perubahan hormonal, fisik, dan emosional. Data global dari WHO menunjukkan bahwa sekitar 10-20% ibu di dunia mengalami gangguan kesehatan mental selama kehamilan atau setelah melahirkan.
Di sinilah peran bidan menjadi sangat krusial.
Apa Itu Kesehatan Mental Perinatal (PMH)?
Kesehatan Mental Perinatal merujuk pada kondisi kesehatan jiwa ibu yang terjadi selama masa kehamilan (antenatal) hingga satu tahun setelah melahirkan (postpartum). Ini bukan sekadar “baby blues”, perasaan sedih atau cemas ringan yang biasanya hilang dalam dua minggu.
Gangguan PMH yang umum meliputi:
- Depresi Perinatal (termasuk Depresi Postpartum/PPD)
 
- Gangguan Kecemasan (Anxiety)
 
- Gangguan Stres Pasca-Trauma (PTSD) akibat persalinan yang traumatis
 
- Psikosis Postpartum (jarang terjadi namun serius)
 
Jika tidak ditangani, kondisi ini tidak hanya berdampak pada ibu, tetapi juga pada perkembangan bayi, hubungan keluarga, dan kemampuan ibu untuk merawat dirinya sendiri serta buah hatinya.
Posisi Strategis Bidan: Deteksi Dini dan Dukungan Pertama
Bidan adalah tenaga kesehatan profesional yang paling sering dan paling intensif berinteraksi dengan ibu selama periode perinatal. Melalui model asuhan Continuity of Care (CoC) atau asuhan berkelanjutan, bidan membangun hubungan kepercayaan yang mendalam dengan pasiennya.
Penelitian terbaru menyoroti bahwa model asuhan CoC terbukti efektif dalam menurunkan skor depresi postpartum (Lubis & Syafar, 2023). Hubungan yang terjalin ini memungkinkan bidan untuk:
- Melakukan Skrining dan Deteksi Dini: Bidan terlatih untuk mengidentifikasi gejala awal gangguan mental. Mereka dapat menggunakan alat skrining yang tervalidasi, seperti Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS), untuk mendeteksi risiko depresi secara objektif (Murti et al., 2023). Ini adalah langkah pertama yang vital untuk mencegah kondisi menjadi lebih buruk.
 
- Memberikan Edukasi dan Komunikasi Empatis: Bidan berperan penting dalam menormalkan percakapan seputar kesehatan mental. Dengan komunikasi yang empatik, bidan dapat mengurangi stigma dan membuat ibu merasa aman untuk mengungkapkan perasaannya tanpa takut dihakimi (Maisyarah et al., 2023).
 
- Memberikan Dukungan Psikososial: Dukungan tidak selalu berbentuk obat. Seringkali, yang dibutuhkan ibu adalah validasi atas perasaannya, informasi yang akurat, dan dukungan praktis. Bidan memberikan dukungan psikososial sebagai bagian integral dari asuhan kebidanan (Fatsena et al., 2024).
 
- Menjadi Jembatan Kolaborasi: Bidan tidak bekerja sendiri. Peran krusial mereka adalah mengetahui kapan kondisi ibu membutuhkan rujukan ke profesional lain, seperti psikolog atau psikiater. Bidan bertindak sebagai navigator yang memastikan ibu mendapatkan perawatan yang tepat dari tim multidisiplin.
 
Tantangan dan Kebutuhan Masa Depan
Mengintegrasikan skrining kesehatan mental ke dalam praktik kebidanan rutin bukanlah tanpa tantangan. Studi menunjukkan bahwa masih ada kebutuhan mendesak untuk meningkatkan pelatihan dan keterampilan bidan secara berkelanjutan dalam manajemen PMH (Fatsena et al., 2024).
 
Inilah mengapa program pendidikan seperti D3 Kebidanan menjadi sangat penting. Kurikulum kebidanan modern harus membekali calon bidan tidak hanya dengan keterampilan klinis persalinan, tetapi juga dengan kompetensi kesehatan mental.
Bidan masa kini adalah pilar utama dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yang dimulai sejak dalam kandungan. Dengan membekali bidan kemampuan untuk menjaga kesehatan mental ibu, kita tidak hanya menyelamatkan sang ibu, tetapi juga memberikan fondasi terbaik bagi generasi yang akan datang.
Referensi:
- Fatsena, R. A., Argaheni, N. B., & Megasari, A. L. (2024). Exploring Midwives’ Roles on Managing Perinatal Mental Health: Insights into Scientific Perspective on Care Practices and Psychosocial Support. Jurnal Penelitian Pendidikan IPA, 110(11). DOI: 10.29303/jppipa.v10i11.9670.
 
- Lubis, R. H., & Syafar, M. (2023). Pengaruh Asuhan Kebidanan Continuity Of Care Terhadap Kejadian Depresi Post Partum Di Surakarta. Avicenna: Journal of Health Research, 6(1). DOI: 10.36419/avicenna.v6i1.819.
 
- Maisyarah, M., Setyowati, S., & Puspitasari, R. D. (2023). Peran Komunikasi Pada Penanganan Kesehatan Mental Ibu Pasca Persalinan. MJ (Manarang Journal): Jurnal Keperawatan, 9(1).
 
- Murti, S. A., Maolinda, R., & Lestari, D. P. (2023). Deteksi Dini Depresi Postpartum dengan Menggunakan Edinburgh Postnatal Depression Scale. Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ), 11(4).
 
Nadariah, S., Febriyana, N., & Budiono, D. I. (2022). The Role of Midwives in Maternal Mental Health in the First 1000 Years of Life: Peran Bidan Terhadap Kesehatan Mental Ibu di 1000 Pertama Kehidupan. Jurnal Kebidanan Midwiferia, 8(2). DOI: 10.21070/midwiferia.v8i2.1662.
				
					
			
					
											
								
							
					
															
					
					 by Aizan SS | Oct 22, 2025 | Artikel
Penulis: Bdn. Nelli Yendena, M.Keb
Dosen D3 Kebidanan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Alma Ata
Setiap kita mendambakan keluarga yang harmonis, sehat, dan sejahtera. Sebuah rumah yang dipenuhi tawa anak-anak yang tumbuh cerdas, dan orang tua yang memiliki cukup waktu, energi, serta sumber daya untuk memberikan yang terbaik. Impian ini bukanlah angan-angan kosong. Kuncinya terletak pada satu langkah sederhana namun fundamental: perencanaan.
Di tengah dinamika zaman yang terus berubah, konsep Keluarga Berencana (KB) telah berevolusi. KB bukan lagi sekadar slogan “dua anak cukup” yang kaku, melainkan sebuah filosofi modern tentang bagaimana membangun fondasi keluarga yang kokoh demi merajut masa depan emas. Ini adalah tentang pilihan cerdas, kesehatan, dan pemberdayaan.
Mengapa KB Menjadi Semakin Penting Saat Ini?
Di era modern, tantangan ekonomi, pendidikan, dan kesehatan semakin kompleks. Merencanakan keluarga menjadi relevan bukan untuk membatasi kebahagiaan, tetapi justru untuk memaksimalkannya.
- Kesehatan Ibu dan Anak sebagai Prioritas Utama: Memberi jeda kehamilan yang cukup (ideal 2-3 tahun) memungkinkan tubuh seorang ibu pulih sepenuhnya. Ini secara drastis mengurangi risiko komplikasi kehamilan, kematian ibu melahirkan, dan memastikan bayi lahir lebih sehat. Anak pun mendapatkan ASI eksklusif dan perhatian yang optimal, menjadi pondasi penting untuk mencegah stunting.
 
- Fondasi Ekonomi yang Lebih Stabil: Dengan merencanakan jumlah dan jarak kelahiran, keluarga dapat mengelola keuangan dengan lebih baik. Setiap anak berhak mendapatkan gizi yang layak, pendidikan setinggi mungkin, dan fasilitas kesehatan yang memadai. Perencanaan yang matang memastikan sumber daya keluarga tidak terbagi habis, melainkan dapat diinvestasikan untuk masa depan mereka.
 
- Keharmonisan dan Kesehatan Mental Keluarga: Menjadi orang tua adalah peran 24/7. Dengan jumlah anak yang terencana, orang tua memiliki lebih banyak waktu dan energi untuk setiap anak, membangun ikatan emosional yang kuat. Ini juga mengurangi tingkat stres dan kelelahan pada orang tua, yang berdampak langsung pada keharmonisan rumah tangga.
 
- Pemberdayaan Perempuan: Keluarga Berencana memberikan perempuan otonomi atas tubuh dan masa depannya. Ketika seorang perempuan dapat menentukan kapan ia siap untuk hamil, ia memiliki kesempatan lebih besar untuk mengejar pendidikan, karier, dan berkontribusi lebih luas bagi masyarakat tanpa mengorbankan impiannya membangun keluarga.
 
Mengenal Pilihan Modern: KB Bukan Lagi Pilihan Terbatas
Banyak yang masih menganggap KB identik dengan pil atau suntik. Padahal, teknologi medis telah menyediakan beragam pilihan yang bisa disesuaikan dengan kenyamanan dan kondisi kesehatan setiap individu.
- Metode Jangka Panjang (Sangat Efektif): Seperti IUD (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) dan Implan, yang dapat memberikan perlindungan hingga 3-10 tahun. Metode ini sangat praktis karena tidak memerlukan kedisiplinan harian.
 
- Metode Jangka Pendek: Pil KB dan Suntik KB tetap menjadi pilihan populer yang aman jika digunakan dengan benar di bawah pengawasan tenaga medis.
 
- Metode Non-Hormonal: Kondom tidak hanya mencegah kehamilan tetapi juga melindungi dari Infeksi Menular Seksual (IMS). Ada juga metode kalender atau Metode Ovulasi Billings (MOB) bagi mereka yang memilih cara alami.
 
- Peran Pria: KB bukan hanya tanggung jawab perempuan. Vasektomi adalah prosedur yang sangat aman, efektif, dan permanen bagi pria yang telah memutuskan untuk tidak memiliki anak lagi.
 
Mendobrak Mitos, Menyambut Fakta
Masih banyak mis-informasi seputar KB. Penting untuk meluruskannya:
- Mitos: KB menyebabkan kemandulan.
 
Fakta: Hampir semua metode kontrasepsi modern bersifat reversibel. Kesuburan akan kembali setelah pemakaian dihentikan.
- Mitos: KB membuat gemuk.
 
Fakta: Kenaikan berat badan bisa disebabkan oleh banyak faktor. Efek hormonal dari beberapa jenis KB mungkin mempengaruhi sebagian kecil orang, namun ini bisa dikonsultasikan dengan dokter untuk mencari metode yang paling cocok.
Kesimpulan: Sebuah Pilihan untuk Masa Depan yang Lebih Baik
Merencanakan keluarga adalah salah satu bentuk cinta terbesar yang bisa kita berikan kepada pasangan dan anak-anak kita. Ini bukan tentang menolak anugerah, melainkan tentang mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk menyambut dan merawat anugerah tersebut dengan penuh tanggung jawab.
Seperti yang ditunjukkan oleh berbagai penelitian, keberhasilan keluarga berencana terletak pada informasi yang akurat, konseling yang empatik dan sesuai budaya, serta dukungan penuh dari pasangan. Mari jadikan Keluarga Berencana sebagai pilihan sadar untuk membangun keluarga Indonesia yang lebih sehat, cerdas, dan sejahtera.
Dengan berkonsultasi ke puskesmas, bidan, atau dokter terdekat, setiap pasangan dapat menemukan metode KB yang paling sesuai. Mari jadikan Keluarga Berencana sebagai pilihan sadar untuk membangun keluarga Indonesia yang lebih sehat, cerdas, dan sejahtera. Karena masa depan emas sebuah bangsa dimulai dari pondasi keluarga yang terencana dengan baik.
Sebagai bagian dari edukasi promotif Program Studi D3 Kebidanan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Alma Ata, kami mendorong setiap keluarga untuk menjadikan perencanaan keluarga sebagai wujud cinta dan tanggung jawab yang berkelanjutan.
Referensi:
Abdul Latif Jameel Poverty Action Lab. (2025). Gender and Economic Agency Initiative: Women’s Economic Empowerment and Family Planning. J-PAL.
Sholihah, M., Arum, D. S., & Amalia, R. (2025). A Literature Review of Factors Affecting Male Participation in Family Planning Methods in Indonesia. Jurnal Kesehatan – Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Syen, A. A., Tawil, M. R., Arifuddin, S., & Sida, M. (2025). Implementasi Kebijakan Program Keluarga Berencana di Kab. Pangkajene dan Kepulauan. Jurnal Aafiyah Health Research (JAHR).
World Health Organization. (2025). Impact of contraceptive use on women’s health and socioeconomic status: evidence brief. WHO.
Yendena, N., Anwar, M., Kartini, F., & Astuti, A. W. (2023). Scoping Review: Dampak Penggunaan Kontrasepsi Hormonal Mempengaruhi Disfungsi Seksual Pada Wanita. Jurnal Kesehatan, 14(1), 204–221. https://doi.org/10.25047/j-kes.v14i1.536Yendena, N., Mawarti, R., & Husna, J. (2022). Pengaruh Penyuluhan KB dalam Pandangan Islam terhadap Keikutsertaan Pemilihan Kontrasepsi bagi Calon Akseptor di Dusun Jabung Yogyakarta Indonesia. Jurnal Genta Kebidanan, 12(1), 1-6.