Kebidanan Komunitas: Menyemai Harapan, Menumbuhkan Kesehatan Bersama Masyarakat

Kebidanan Komunitas: Menyemai Harapan, Menumbuhkan Kesehatan Bersama Masyarakat

Dosen Prodi Kebidanan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Alma Ata

Di balik senyum ibu hamil dan tawa anak-anak balita, tersimpan perjuangan panjang untuk mewujudkan masyarakat yang sehat dan berdaya. Kebidanan komunitas hadir sebagai jembatan antara ilmu kebidanan dan kehidupan nyata masyarakat. Di Universitas Alma Ata, pendekatan ini bukan sekadar teori, tetapi praktik nyata yang menyentuh hati dan membangun perubahan.

Apa Itu Kebidanan Komunitas?

Kebidanan komunitas adalah bentuk pelayanan kebidanan yang berfokus pada pemberdayaan masyarakat, promosi kesehatan, dan pencegahan penyakit. Bidan tidak hanya berperan sebagai tenaga kesehatan, tetapi juga sebagai pendidik, fasilitator, dan agen perubahan sosial.

Kegiatan Inspiratif Mahasiswa di Lapangan

Mahasiswa D3 Kebidanan Universitas Alma Ata secara aktif terlibat dalam kegiatan kebidanan komunitas, seperti:

1.  Musyawarah Masyarakat Desa (MMD): Mahasiswa mengidentifikasi masalah kesehatan lokal dan menyusun rencana intervensi bersama warga.

2.  Edukasi Interaktif: Kegiatan “Belajar dan Bermain Bersama” mengajak anak-anak dan ibu balita memahami pentingnya gizi, stimulasi tumbuh kembang, dan kesehatan mental.

3. Kunjungan Rumah: Mahasiswa melakukan pendekatan personal kepada keluarga, memberikan konseling dan pemantauan kesehatan ibu dan anak.

Mengapa Ini Penting?

Kebidanan komunitas menjawab tantangan nyata: AKI dan AKB yang masih tinggi, akses layanan yang belum merata, dan rendahnya literasi kesehatan. Dengan pendekatan partisipatif, bidan mampu membangun kepercayaan dan menggerakkan masyarakat untuk hidup sehat.

Peran Dosen dalam Pembentukan Karakter Mahasiswa

Dosen D3 Kebidanan Universitas Alma Ata tidak hanya mengajar, tetapi juga membimbing mahasiswa menjadi bidan yang peka sosial, beretika, dan berjiwa pemimpin. Modul-modul seperti Asuhan Kebidanan Komunitas dan Konsep Kebidanan Komunitas menjadi fondasi akademik yang kuat.

Kesimpulan

Kebidanan komunitas bukan hanya tentang pelayanan, tetapi tentang cinta, empati, dan keberpihakan kepada masyarakat. Mahasiswa dan dosen Program Studi D3 Kebidanan terbaik di Jogja, FKIK Universitas Alma Ata terus menanam benih harapan di setiap sudut desa — menghadirkan ilmu, kasih sayang, dan keteladanan demi masa depan yang lebih sehat dan bermartabat. Kami percaya bahwa bidan bukan sekadar profesi, tetapi panggilan untuk menjadi pelita bagi kehidupan perempuan dan keluarga Indonesia.

Daftar Pustaka:

1.  Devitasari, I., et al. (2022). Asuhan Kebidanan Komunitas. CV. Eureka Media Aksara.

2.  Universitas Alma Ata. (2025). Kebidanan Komunitas Universitas Alma Ata Yogyakarta – Musyawarah Masyarakat Desa II (MMD II). guwosari.desa.id

3. Fitriyanti, S., et al. (2023). Konsep Kebidanan Komunitas untuk Mahasiswa Kebidanan. CV. Eureka Media Aksara.

4. Pernatun Kismoyo, C., et al. (2022). Modul Praktik Kebidanan Komunitas. Universitas Alma Ata Press.

5 Rahasia Persalinan Lancar dan Minim Trauma yang Wajib Ibu Hamil Tahu (Bukan Mitos!)

5 Rahasia Persalinan Lancar dan Minim Trauma yang Wajib Ibu Hamil Tahu (Bukan Mitos!)

Dosen Prodi Kebidanan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Alma Ata

5 Rahasia Persalinan Lancar dan Minim Trauma yang Wajib Ibu Hamil Tahu (Bukan Mitos!)

Ingin persalinan normal yang lancar dan minim rasa sakit? Simak 5 rahasia persiapan melahirkan mulai dari pijat perineum, yoga hamil, hingga peran penting bidan. Baca selengkapnya di sini!

Bagi setiap ibu hamil, momen persalinan adalah gerbang pertemuan yang dinanti dengan sang buah hati. Namun, tidak dipungkiri bahwa bayangan tentang rasa nyeri dan trauma persalinan seringkali menghantui. Pertanyaan seperti “Bisakah saya melahirkan normal?” atau “Apakah robekannya akan parah?” adalah hal yang paling sering diketikkan di mesin pencari.

Kabar baiknya, persalinan yang lancar, nyaman, dan minim trauma (gentle birth) bukanlah sekadar keberuntungan. Itu adalah hasil dari persiapan tubuh dan mental yang matang.

Sebagai mitra kesehatan perempuan, Bidan memiliki peran kunci dalam mendampingi proses ini. Berikut adalah 5 rahasia berbasis bukti ilmiah untuk mempersiapkan persalinan impian Anda:

1. Rutin Melakukan Prenatal Yoga (Yoga Hamil)

Duduk diam menunggu HPL (Hari Perkiraan Lahir) sudah bukan zamannya lagi. Tubuh ibu perlu dipersiapkan layaknya seorang atlet yang akan bertanding.

  • Manfaat: Yoga hamil membantu melenturkan otot panggul, memperbaiki posisi janin agar masuk panggul dengan optimal, dan melatih pernapasan.
  • Fakta Medis: Penelitian menunjukkan bahwa ibu yang rutin melakukan yoga prenatal memiliki durasi persalinan kala I dan II yang lebih pendek serta tingkat nyeri yang lebih rendah dibandingkan yang tidak (Putri & Puspitasari, 2022).

2. Pijat Perineum: Kunci Mengurangi Risiko Robekan

Salah satu ketakutan terbesar ibu adalah robekan jalan lahir (perineum). Pijat perineum adalah teknik memijat lembut area di antara vagina dan anus yang dilakukan mulai usia kehamilan 34 minggu.

  • Cara Kerja: Pijatan ini meningkatkan elastisitas jaringan perineum, sehingga lebih lentur saat kepala bayi melewatinya.
  • Bukti Ilmiah: Studi menunjukan pijat perineum secara signifikan mengurangi kejadian ruptur perineum (robekan) tingkat berat dan mengurangi kebutuhan tindakan episiotomi (pengguntingan jalan lahir) (Wulandari et al., 2021).

3. Kuasai Teknik Pernapasan (Hypnobirthing)

Nyeri persalinan seringkali diperparah oleh ketegangan dan rasa takut (siklus Fear-Tension-Pain). Dengan teknik napas yang dalam dan relaksasi (hypnobirthing), ibu dapat memutus siklus tersebut. Oksigen yang cukup akan membuat rahim bekerja lebih efektif dan mengurangi persepsi nyeri.

4. Berdayakan Diri dengan Edukasi

“Pengetahuan adalah kekuatan”. Mengikuti kelas ibu hamil atau berkonsultasi intensif dengan bidan akan membuat Anda paham fase-fase persalinan. Ketika Anda tahu apa yang sedang terjadi pada tubuh Anda, rasa takut akan berkurang drastis. Bidan tidak hanya memeriksa tensi, tetapi juga memberikan edukasi tentang tanda bahaya dan fisiologi persalinan.

5. Pilih Pendamping Persalinan yang Tepat (Peran Bidan)

Siapa yang mendampingi Anda sangat mempengaruhi hasil persalinan. Model asuhan kebidanan yang berkelanjutan (Continuity of Care) terbukti memberikan hasil persalinan yang lebih baik. Bidan memberikan dukungan emosional, fisik, dan informatif yang terus-menerus, yang terbukti menurunkan angka operasi caesar yang tidak perlu.

Kesimpulan: Persiapkan Sejak Dini

Persalinan lancar tidak datang tiba-tiba. Ia dimulai dari nutrisi yang baik, gerak tubuh yang aktif, dan mental yang positif sejak masa kehamilan.

Di Program Studi D3 Kebidanan Universitas Alma Ata Yogyakarta, kami tidak hanya mencetak bidan yang terampil menolong persalinan, tetapi juga bidan yang mampu menjadi sahabat dan edukator bagi ibu hamil untuk mencapai pengalaman melahirkan yang positif dan memberdayakan.

Mari persiapkan generasi emas dimulai dari persalinan yang sehat dan bahagia.


Referensi :

  1. Putri, A. D., & Puspitasari, L. (2022). Efektivitas Prenatal Yoga Terhadap Nyeri Persalinan dan Lama Persalinan Pada Ibu Bersalin. Jurnal Kebidanan Indonesia. (Studi ini memvalidasi manfaat yoga untuk memperlancar persalinan).
  2. Wulandari, R., et al. (2021). Pengaruh Pijat Perineum Terhadap Kejadian Ruptur Perineum Pada Ibu Bersalin. Jurnal Ilmiah Bidan. (Referensi kuat untuk poin pijat perineum).
  3. Sandall, J., Soltani, H., Gates, S., Shennan, A., & Devane, D. (2016). Midwife-led continuity models versus other models of care for childbearing women. Cochrane Database of Systematic Reviews. (Referensi global “Gold Standard” yang membuktikan bahwa asuhan bidan meningkatkan kepuasan dan keselamatan ibu).
Pentingnya Kesehatan Remaja di Era Gen Z

Pentingnya Kesehatan Remaja di Era Gen Z

Dosen Prodi Kebidanan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Alma Ata

Remaja merupakan fase penting dalam kehidupan manusia yang menjadi jembatan antara masa anak-anak dan dewasa. Pada era Gen Z—generasi yang tumbuh di tengah kemajuan teknologi digital dan arus informasi tanpa batas—tantangan dalam menjaga kesehatan menjadi semakin kompleks. Kesehatan remaja tidak hanya mencakup aspek fisik, tetapi juga mental, sosial, dan reproduksi yang semuanya saling berkaitan.

1. Kesehatan Fisik: Jangan Sampai Gawai Mengambil Alih Gerakmu

Remaja Gen Z sering kali terjebak dalam gaya hidup sedentari akibat penggunaan gawai yang berlebihan. Kurangnya aktivitas fisik dan pola makan yang tidak seimbang dapat memicu berbagai gangguan kesehatan seperti obesitas, kelelahan, bahkan gangguan postur tubuh. Mulailah dari hal sederhana: berjalan kaki, berolahraga rutin, dan menjaga pola makan bergizi seimbang.

2. Kesehatan Mental: Like dan Follower Bukan Ukuran Bahagia

Tekanan sosial di dunia maya dapat berdampak serius pada kesehatan mental remaja. Perbandingan diri, komentar negatif, atau ekspektasi sosial yang tinggi sering menyebabkan stres dan kecemasan. Remaja perlu belajar mengelola emosi, membatasi waktu layar, serta mencari dukungan dari orang terdekat ketika merasa tertekan.

3. Kesehatan Reproduksi: Edukasi, Bukan Sekadar Informasi

Pemahaman tentang kesehatan reproduksi sering kali masih dianggap tabu, padahal sangat penting. Remaja perlu mendapat edukasi tentang pubertas, kebersihan organ reproduksi, dan hubungan yang sehat. Pengetahuan ini akan membantu mereka membuat keputusan yang bertanggung jawab dan menjaga kesejahteraan diri.

4. Kolaborasi untuk Generasi Sehat

Menjaga kesehatan remaja bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi juga lingkungan sekitar. Sekolah, keluarga, tenaga kesehatan, dan media perlu bekerja sama menciptakan budaya hidup sehat yang menyenangkan dan berkelanjutan.

Kesimpulan

Menjadi remaja di era Gen Z memang penuh tantangan, tetapi juga peluang besar untuk tumbuh sehat dan cerdas. Dengan kesadaran dan dukungan yang tepat, menjaga kesehatan bukan sekadar kewajiban, melainkan bagian dari gaya hidup positif menuju masa depan yang lebih baik.

SUMBER PUSTAKA :

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). (2022). Laporan Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia. Jakarta: BKKBN.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2023). Pedoman Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama. Jakarta: Kemenkes RI.

World Health Organization (WHO). (2021). Adolescent health and development: Key facts. Geneva: WHO.
Retrieved from https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/adolescent-health

UNICEF Indonesia. (2022). Youth Wellbeing in the Digital Age. Jakarta: UNICEF Indonesia.
Retrieved from https://www.unicef.org/indonesia

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. (2021). Strategi Penguatan Kesehatan Mental Peserta Didik di Era Digital. Jakarta: Kemendikbudristek.Santrock, J. W. (2020). Adolescence (17th ed.). New York: McGraw-Hill Education.

Unexplained Infertility: Teka-Teki Kesuburan Ketika Dokter Tak Menemukan Jawaban

Unexplained Infertility: Teka-Teki Kesuburan Ketika Dokter Tak Menemukan Jawaban

Dosen Prodi Kebidanan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Alma Ata

Bagi banyak pasangan yang mendambakan buah hati, menjalani serangkaian tes kesuburan adalah perjalanan yang menegangkan. Ada harapan besar bahwa setelah semua prosedur tes darah, analisis sperma, pemeriksaan rahim, dan pengecekan saluran tuba sebuah jawaban pasti akan muncul. Sebuah “masalah” yang jelas akan ditemukan, dan sebuah “solusi” yang spesifik akan ditawarkan.

Namun, apa yang terjadi ketika dokter menatap Anda dan berkata, “Semua hasil tes Anda, baik suami maupun istri, tampak normal”?

Inilah skenario yang membingungkan dan seringkali membuat frustasi, yang dikenal dalam dunia medis sebagai Infertilitas Idiopatik atau Unexplained Infertility. Ini adalah diagnosis ‘tanda tanya’, sebuah teka-teki kesuburan di mana semua bagian tampak pas, tetapi gambaran utuhnya (kehamilan) tak kunjung terbentuk.

Apa Sebenarnya ‘Unexplained Infertility’?

Infertilitas idiopatik bukanlah diagnosis yang langka. Faktanya, kondisi ini memengaruhi sekitar 15% hingga 30% pasangan yang mencari bantuan untuk masalah kesuburan. Diagnosis ini diberikan ketika definisi medis dari infertilitas telah terpenuhi yaitu, gagal hamil setelah 12 bulan mencoba secara teratur tanpa kontrasepsi (atau 6 bulan jika wanita berusia di atas 35 tahun) dan semua pemeriksaan kesuburan standar tidak menunjukkan kelainan.

Pemeriksaan standar yang “normal” ini biasanya mencakup empat pilar utama:

  1. Ovulasi yang Teratur: Tes darah (seperti progesteron) dan pelacakan siklus menunjukkan bahwa wanita melepaskan sel telur (ovulasi) setiap bulan.
  2. Analisis Sperma Normal: Pria memiliki jumlah, pergerakan (motilitas), dan bentuk (morfologi) sperma yang berada dalam rentang normal.
  3. Saluran Tuba Paten: Melalui pemeriksaan seperti HSG (Hysterosalpingography), dipastikan saluran tuba falopi wanita tidak tersumbat dan sperma bisa bertemu sel telur.
  4. Rongga Rahim Normal: Tidak ada masalah struktural signifikan di dalam rahim (seperti fibroid besar, polip, atau jaringan parut) yang akan menghalangi implantasi embrio.

Ketika keempat pilar ini dinyatakan “baik” namun kehamilan belum terjadi, itulah yang disebut “teka-teki” infertilitas idiopatik.

Mengurai Teka-Teki: Penyebab yang “Tersembunyi”

Penting untuk dipahami: “Tidak terjelaskan” bukan berarti “tidak ada alasan.”

Itu hanya berarti bahwa dengan teknologi diagnostik yang kita gunakan saat ini, alasan pastinya belum dapat teridentifikasi. Dokter dan peneliti percaya bahwa ada banyak faktor “halus” atau tersembunyi yang mungkin berperan di balik layar.

Beberapa tersangka utamanya adalah:

  • Masalah Kualitas Sel Telur: Tes hanya bisa memastikan apakah ovulasi terjadi, bukan kualitas sel telur yang dilepaskan. Kualitas sel telur (terutama menurun seiring bertambahnya usia) sangat penting untuk menciptakan embrio yang sehat.
  • Masalah Kualitas Sperma: Analisis sperma standar tidak memeriksa segalanya. Sperma mungkin terlihat normal di bawah mikroskop, tetapi memiliki tingkat kerusakan DNA (fragmentasi DNA sperma) yang tinggi, yang dapat menghambat pembuahan atau perkembangan embrio.
  • Kegagalan Fertilisasi: Sperma dan sel telur mungkin bertemu di saluran tuba, tetapi karena alasan biokimiawi, keduanya gagal melakukan “jabat tangan” yang diperlukan untuk pembuahan.
  • Masalah Implantasi: Embrio yang sehat mungkin telah terbentuk, tetapi gagal menempel (implantasi) pada dinding rahim. Ini bisa disebabkan oleh masalah pada “jendela implantasi” atau reseptivitas (daya terima) lapisan endometrium.
  • Endometriosis Ringan: Kasus endometriosis yang sangat ringan mungkin tidak terdeteksi oleh USG atau HSG, tetapi tetap dapat menciptakan lingkungan inflamasi (peradangan) di panggul yang “toksik” bagi sperma, sel telur, atau embrio.
  • Faktor Imunologi: Sistem kekebalan tubuh yang terlalu aktif (autoimun) terkadang bisa keliru menyerang sperma atau embrio, menganggapnya sebagai benda asing.

Dari “Mengapa” ke “Bagaimana”: Langkah Selanjutnya

Mendapatkan diagnosis ini bisa terasa seperti menemui jalan buntu, tetapi sebenarnya tidak. Ini adalah titik di mana fokus bergeser: dari “Mencari tahu mengapa ini terjadi” menjadi “Mencari tahu bagaimana kita bisa mengatasinya.” Pilihan perawatan untuk infertilitas idiopatik bersifat empiris (berdasarkan apa yang terbukti berhasil secara statistik) dan biasanya dilakukan secara bertahap.

1. Perubahan Gaya Hidup

Ini adalah fondasi yang tidak boleh diabaikan. Mencapai berat badan ideal, mengelola stres, berhenti merokok, mengurangi alkohol, dan menerapkan pola makan sehat terbukti dapat meningkatkan kesuburan alami pada beberapa pasangan.

2. Stimulasi Ovarium dan Hubungan Terjadwal

Bahkan jika Anda berovulasi normal, dokter mungkin meresepkan obat kesuburan (seperti Clomiphene atau Letrozole). Tujuannya adalah untuk “memaksimalkan peluang” dengan memproduksi lebih dari satu sel telur matang (disebut superovulasi), sehingga meningkatkan target untuk sperma.

3. Inseminasi Intrauterin (IUI)

Ini adalah langkah yang paling umum diambil.

  • Wanita kembali menggunakan obat stimulasi ovarium.
  • Saat ovulasi, sampel sperma terbaik (yang telah “dicuci” di laboratorium) disuntikkan langsung ke dalam rahim.
  • Logikanya: IUI menempatkan sperma berkualitas tinggi dalam jumlah besar sedekat mungkin dengan sel telur, memotong waktu dan rintangan perjalanan mereka.

4. In Vitro Fertilization (IVF) atau Bayi Tabung

IVF seringkali menjadi pengobatan paling efektif untuk infertilitas idiopatik karena mampu “melewati” hampir semua teka-teki yang tersembunyi.

  • Pembuahan: IVF memastikan pembuahan terjadi dengan mempertemukan sel telur dan sperma di cawan laboratorium.
  • Pemantauan: Dokter dapat memantau apakah embrio berkembang dengan baik.
  • Transfer: Embrio dengan kualitas terbaik dipilih dan ditempatkan langsung ke dalam rahim, melewati saluran tuba dan masalah transportasi.

Referensi

American Society for Reproductive Medicine. (2020). Infertility workup for the infertile couple: A committee opinion. Fertility and Sterility, 113(3), 515–523. https://doi.org/10.1016/j.fertnstert.2019.11.016

Bhattacharya, S., Marcus, N., & McLernon, D. J. (2019). Prognosis and treatment of unexplained infertility. The Obstetrician & Gynaecologist, 21(2), 127–134. https://doi.org/10.1111/tog.12557

Cleveland Clinic. (2022, November 29). Unexplained infertility: Causes, symptoms, diagnosis & treatment. https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/24458-unexplained-infertility

Practice Committee of the American Society for Reproductive Medicine. (2020). Management of unexplained infertility: a committee opinion. Fertility and Sterility, 114(1), 80–85. https://doi.org/10.1016/j.fertnstert.2020.03.018Sharma, R., Biedenharn, K. R., Fedor, J. M., & Agarwal, A. (2023). Sperm DNA fragmentation in unexplained infertility: A systematic review and meta-analysis. Journal of Assisted Reproduction and Genetics, 40(4), 869–885. https://doi.org/10.1007/s10815-023-02758-y

7 Cara Efektif Melancarkan dan Memperbanyak ASI

7 Cara Efektif Melancarkan dan Memperbanyak ASI

Dosen Prodi Kebidanan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Alma Ata

Kekhawatiran umum yang sering dihadapi ibu baru adalah, “Apakah ASI saya cukup?” Kabar baiknya, hampir semua ibu mampu memproduksi ASI yang cukup. Kunci produksi ASI terletak pada prinsip supply and demand” (penawaran dan permintaan). Semakin sering ASI dikeluarkan, baik melalui isapan bayi maupun pompa, semakin banyak sinyal yang diterima tubuh untuk memproduksinya.

Jika Anda merasa suplai ASI perlu ditingkatkan, jangan panik. Berikut adalah 7 cara efektif untuk membantu melancarkan dan memperbanyak produksi ASI Anda.

1. Perbaiki Posisi dan Perlekatan (Latch)

Ini adalah fondasi utama. Pelekatan yang salah tidak hanya membuat puting lecet, tetapi juga membuat bayi tidak efisien mengosongkan payudara. Payudara yang tidak kosong sempurna memberi sinyal pada tubuh untuk mengurangi produksi. Pastikan mulut bayi terbuka lebar mencakup sebagian besar areola, bukan hanya putingnya.

2. Susui Sesering Mungkin (On-Demand)

Lupakan jam dinding; ikuti isyarat lapar bayi (feeding on demand). Bayi baru lahir mungkin perlu menyusu 8-12 kali dalam 24 jam. Semakin sering payudara dirangsang dan dikosongkan, semakin kuat sinyal “pesanan” ASI ke otak. Di minggu-minggu awal, jangan biarkan bayi tidur lebih dari 3-4 jam tanpa menyusu.

3. Kosongkan Payudara Secara Efektif

Ingat, payudara yang kosong adalah sinyal untuk mengisi ulang. Biarkan bayi tuntas menyusu di satu sisi (sampai terasa lembut) sebelum menawarkan sisi lainnya. Jika payudara masih terasa penuh atau Anda terpisah dari bayi, gunakan pompa. Memompa 10-15 menit setelah sesi menyusui dapat memberi stimulus ekstra.

4. Lakukan Kontak Kulit ke Kulit (Skin-to-Skin)

Metode sederhana ini sangat ampuh. Meletakkan bayi di dada ibu tanpa kain memicu pelepasan hormon Oksitosin (hormon cinta). Hormon ini krusial untuk refleks keluarnya ASI (let-down reflex) dan membuat ibu rileks, yang keduanya mendukung suplai ASI.

5. Jaga Nutrisi dan Hidrasi Ibu

Tubuh Anda membutuhkan bahan bakar ekstra untuk memproduksi “makanan” bagi bayi. Fokuslah pada makanan bergizi seimbang—kaya protein, lemak sehat, dan serat. Tetap terhidrasi; sediakan sebotol air di dekat Anda. Makanan pelancar ASI (booster) seperti daun katuk boleh dikonsumsi, namun stimulator terbaik tetap isapan bayi.

6. Kelola Stres dan Istirahat Cukup

Stres, cemas, dan kelelahan adalah “musuh” utama Oksitosin. Stres dapat menghambat refleks keluarnya ASI (LDR), membuat ASI seolah “mampet” padahal produksinya ada. Prioritaskan istirahat. Tidurlah saat bayi tidur dan jangan ragu meminta bantuan pasangan.

7. Pijat Laktasi dan Kompres Hangat

Teknik ini membantu melancarkan aliran. Kompres payudara dengan handuk hangat sebelum menyusui. Saat menyusui, lakukan pijatan laktasi dengan lembut—gerakan melingkar dari pangkal payudara ke arah puting—untuk membantu mendorong ASI keluar dan mengosongkan saluran susu.


Kapan Harus Mencari Bantuan Profesional?

Jika Anda telah mencoba semua cara namun tetap khawatir, atau jika bayi menunjukkan tanda dehidrasi (popok basah berkurang, lesu), jangan pernah ragu. Segera hubungi Konselor Laktasi (IBCLC) atau bidan profesional.

Mendapatkan bimbingan dari tenaga kesehatan yang kompeten di masa-masa awal sangatlah penting. Inilah mengapa pendidikan kebidanan berkualitas menjadi vital. Program D3 kebidanan terbaik di jogja yang ada di Universitas Alma Ata, berfokus mencetak bidan-bidan profesional yang tidak hanya ahli dalam mendampingi persalinan, tetapi juga mumpuni dalam manajemen laktasi untuk sukses mendampingi ibu dan bayi.

Penutup

Perjalanan menyusui adalah milik Anda. Setiap tetes ASI berharga. Percaya pada tubuh Anda, terapkan tips ini, dan yang terpenting, jangan ragu meminta dukungan dari profesional kesehatan yang terlatih.

Referensi:

Ikatan Dokter Anak Indonesia. (n.d.). ASI. https://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/asi

La Leche League International. (n.d.). Increasing milk supply. https://www.llli.org/breastfeeding-info/increasing-milk-supply/World Health Organization. (2024, 2 Agustus). Breastfeeding. https://www.who.int/health-topics/breastfeeding

Menjaga Kesehatan Kemaluan: Investasi Vital untuk Kesejahteraan Jangka Panjang

Menjaga Kesehatan Kemaluan: Investasi Vital untuk Kesejahteraan Jangka Panjang

Dosen Prodi Kebidanan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Alma Ata

Organ kemaluan, baik pada pria maupun wanita, memainkan peran sentral tidak hanya dalam fungsi reproduksi tetapi juga dalam kesehatan dan kualitas hidup secara keseluruhan. Seringkali dianggap sebagai topik tabu, kesehatan genital adalah komponen fundamental yang memerlukan perhatian dan perawatan yang sama seriusnya dengan organ vital lainnya seperti jantung atau otak. Mengabaikan kesehatan area ini dapat menyebabkan berbagai komplikasi, mulai dari infeksi yang mengganggu, infertilitas, hingga kondisi yang mengancam jiwa seperti kanker.

Pentingnya menjaga organ kemaluan didasarkan pada empat pilar utama: kebersihan yang tepat, pencegahan penyakit menular seksual (PMS), proteksi proaktif melalui vaksinasi, dan kesadaran akan deteksi dini

1. Pilar Kebersihan: Fondasi Kesehatan Genital

Menjaga kebersihan adalah langkah paling dasar namun krusial. Praktik kebersihan yang tidak tepat, baik itu kurang bersih maupun berlebihan (seperti douching pada wanita), dapat mengganggu mikrobioma alami (keseimbangan bakteri baik) di area genital.

  1. Pada Wanita: Kebersihan yang buruk atau praktik yang salah dapat meningkatkan risiko infeksi saluran kemih (ISK) dan Bacterial Vaginosis (BV), yang ditandai dengan keputihan abnormal dan bau tidak sedap
  2. Pada Pria: Kebersihan yang tidak terjaga, terutama pada pria yang tidak disunat, dapat menyebabkan penumpukan smegma yang memicu peradangan (balanitis) dan infeksi.

Penelitian modern secara konsisten menunjukkan bahwa edukasi dan pengetahuan adalah kunci utama untuk praktik kebersihan yang benar. Sebuah studi kuasi-eksperimental tahun 2024 di African Journal of Reproductive Health menemukan bahwa intervensi edukasi yang terencana secara signifikan meningkatkan perilaku kebersihan genital yang benar di kalangan siswi (Simsek Kuçukkelepce et al., 2024). Ini menegaskan bahwa pengetahuan yang tepat adalah garis pertahanan pertama melawan infeksi.

2. Pilar Pencegahan: Melindungi Diri dari PMS

Penyakit Menular Seksual (PMS) seperti klamidia, gonore, sifilis, dan HIV, merupakan ancaman serius bagi kesehatan kemaluan. Infeksi ini seringkali tidak menunjukkan gejala awal namun dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang, termasuk penyakit radang panggul, infertilitas, dan komplikasi kehamilan.

Data global, termasuk dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), menunjukkan beban PMS yang masih sangat tinggi. Praktik seks aman, seperti penggunaan kondom dan tidak berganti-ganti pasangan, adalah metode pencegahan yang paling efektif.

Namun, kesenjangan pengetahuan tetap menjadi masalah besar. Sebuah studi tahun 2023 yang diterbitkan di The Open Public Health Journal yang dilakukan di Jakarta, Indonesia, menyoroti adanya kekurangan dalam pengetahuan, sikap, dan praktik (KAP) terkait PMS di kalangan wanita usia reproduktif. (Handayani et al., 2023).

3. Pilar Proteksi: Vaksinasi HPV untuk Pencegahan Kanker

Salah satu kemajuan medis terbesar dalam kesehatan genital adalah pengembangan vaksin Human Papillomavirus (HPV). HPV adalah virus yang sangat umum ditularkan secara seksual dan merupakan penyebab utama dari hampir semua kasus kanker serviks pada wanita. Tak hanya itu, HPV juga bertanggung jawab atas sebagian besar kasus kanker anus, penis, vagina, dan vulva.

Menjaga kesehatan kemaluan saat ini juga berarti mengambil langkah proaktif untuk mencegah infeksi ini. Sebuah tinjauan (review) tahun 2024 di Progress in Health Sciences menegaskan bahwa vaksinasi HPV sangat efektif, di mana vaksin 9-valen (yang tersedia saat ini) diperkirakan dapat mencegah hingga 90% kasus kanker serviks (Woźniak-Holecka et al., 2024). Vaksinasi ini idealnya diberikan pada usia remaja, sebelum aktif secara seksual, baik untuk anak perempuan maupun laki-laki.

4. Pilar Deteksi Dini: Mengenali Tubuh Sendiri

Banyak penyakit serius pada organ kemaluan, terutama kanker, memiliki tingkat kesembuhan yang sangat tinggi jika ditemukan pada stadium awal.

  1. Untuk Pria: Kanker testis adalah kanker paling umum pada pria muda (usia 15-35 tahun). Kunci deteksinya adalah melalui Pemeriksaan Testis Sendiri (SADARI Testis / TSE). Sebuah studi di PLOS One (2025) menyoroti “kesadaran yang buruk secara kritis” di kalangan pria dewasa, di mana mayoritas (79,4%) melaporkan belum pernah mendengar tentang TSE (Ahmed et al., 2025). Padahal, jika terdeteksi dini, tingkat kelangsungan hidup kanker testis mencapai 99%.
  2. Untuk Wanita: Selain Pap smear rutin untuk mendeteksi kanker serviks, mengenali perubahan tidak biasa pada vulva atau vagina (benjolan, luka yang tidak sembuh, pendarahan abnormal) sangat penting untuk deteksi dini kanker ginekologi lainnya

Kesimpulan

Menjaga kesehatan organ kemaluan adalah tanggung jawab seumur hidup yang melampaui sekadar kebersihan. Ini adalah pendekatan holistik yang mencakup edukasi kebersihan yang benar, praktik seksual yang aman untuk mencegah PMS, vaksinasi proaktif seperti HPV untuk melawan kanker, dan kesadaran deteksi dini melalui pemeriksaan mandiri. Mengabaikan area ini bukan hanya berisiko menyebabkan ketidaknyamanan, tetapi juga dapat berdampak fatal. Sudah saatnya membuang stigma dan secara terbuka mencari informasi serta bantuan medis untuk menjaga aset vital ini — sebagaimana menjadi bagian dari edukasi dan pelayanan promotif-preventif yang kami kembangkan di Program Studi D3 Kebidanan terbaik di Jogja, Universitas Alma Ata. Kami hadir untuk membentuk bidan yang tidak hanya kompeten secara klinis, tetapi juga menjadi agen perubahan dalam kesehatan reproduksi perempuan Indonesia.

Referensi

  1. Ahmed, A., Al-Shamsi, S., Al-Ali, M. H., & El-Dahiyat, F. (2025). Assessment of testicular self-examination awareness and practice among adult males in Ajman, United Arab Emirates: A cross-sectional study. PLOS One, 20(x), e0326919. https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0326919
  2. Handayani, F., Murti, B., & Sulaeman, E. S. (2023). Knowledge, Attitude, and Practice Towards Sexually Transmitted Infections Among Women of Reproductive Age in an Urban Community Health Centre in Indonesia. The Open Public Health Journal, 16, e187494452301050. https://openpublichealthjournal.com/VOLUME/16/ELOCATOR/e187494452301050/
  3. Simsek Kuçukkelepce, D. S., Sahin, T., & Aydın Ozkan, S. A. (2024). Effects of planned education on genital hygiene behavior of adolescent females in a secondary school: A quasi-experimental study in northern Cyprus. African Journal of Reproductive Health, 28(2), 107-115. https://www.ajrh.info/index.php/ajrh/article/view/4336
  4. Woźniak-Holecka, J., Bains, R., & Holecki, T. (2024). Current status of HPV vaccination – recommendation and introduction in European countries. Progress in Health Sciences, 14(1), 161–170. https://apcz.umk.pl/QS/article/view/53870