by Admin Kebidanan | Nov 17, 2025 | Berita
Salah satu dosen Program Studi Kebidanan Program Sarjana dan Pendidikan Profesi Bidan Universitas Alma Ata, Ibu Lia Dian Ayuningrum, S.ST., M.Tr.Keb, resmi menerima kenaikan jabatan fungsional menjadi Lektor. Penyerahan Surat Keputusan Jabatan Fungsional (Jabfung) ini dilaksanakan dalam acara resmi yang diikuti oleh para dosen dari berbagai perguruan tinggi swasta di wilayah LLDIKTI V.
Kenaikan jabatan ini menjadi bukti konsistensi Program Studi dalam memperkuat kualitas sumber daya manusia serta mendorong pengembangan karir dosen secara berkelanjutan. Selama ini, Ibu Lia aktif dalam berbagai kegiatan Tridharma Perguruan Tinggi; pengajaran, penelitian, publikasi ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat. Kontribusinya dalam berbagai inovasi pembelajaran turut memberikan dampak positif bagi peningkatan mutu akademik di lingkungan FKIK.
Program Studi menilai pencapaian ini sebagai langkah penting dalam memperkuat kualitas tenaga pendidik sekaligus menjadi motivasi bagi dosen lain untuk terus meningkatkan kompetensi akademik maupun profesional. Prestasi tersebut juga mempertegas komitmen Prodi dalam menciptakan lingkungan akademik yang suportif, berorientasi mutu, dan mendorong hadirnya pendidik yang unggul serta berdampak bagi masyarakat.
Dengan capaian ini, Program Studi Kebidanan semakin meneguhkan perannya dalam mendukung visi Universitas Alma Ata untuk menghadirkan pendidikan berkualitas dan menghasilkan lulusan yang kompeten serta siap menjawab tantangan masa depan.
by Admin Kebidanan | Nov 17, 2025 | Artikel D3
Dosen Prodi Kebidanan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Alma Ata
Bagi banyak pasangan yang mendambakan buah hati, menjalani serangkaian tes kesuburan adalah perjalanan yang menegangkan. Ada harapan besar bahwa setelah semua prosedur tes darah, analisis sperma, pemeriksaan rahim, dan pengecekan saluran tuba sebuah jawaban pasti akan muncul. Sebuah “masalah” yang jelas akan ditemukan, dan sebuah “solusi” yang spesifik akan ditawarkan.
Namun, apa yang terjadi ketika dokter menatap Anda dan berkata, “Semua hasil tes Anda, baik suami maupun istri, tampak normal”?
Inilah skenario yang membingungkan dan seringkali membuat frustasi, yang dikenal dalam dunia medis sebagai Infertilitas Idiopatik atau Unexplained Infertility. Ini adalah diagnosis ‘tanda tanya’, sebuah teka-teki kesuburan di mana semua bagian tampak pas, tetapi gambaran utuhnya (kehamilan) tak kunjung terbentuk.
Apa Sebenarnya ‘Unexplained Infertility’?
Infertilitas idiopatik bukanlah diagnosis yang langka. Faktanya, kondisi ini memengaruhi sekitar 15% hingga 30% pasangan yang mencari bantuan untuk masalah kesuburan. Diagnosis ini diberikan ketika definisi medis dari infertilitas telah terpenuhi yaitu, gagal hamil setelah 12 bulan mencoba secara teratur tanpa kontrasepsi (atau 6 bulan jika wanita berusia di atas 35 tahun) dan semua pemeriksaan kesuburan standar tidak menunjukkan kelainan.
Pemeriksaan standar yang “normal” ini biasanya mencakup empat pilar utama:
- Ovulasi yang Teratur: Tes darah (seperti progesteron) dan pelacakan siklus menunjukkan bahwa wanita melepaskan sel telur (ovulasi) setiap bulan.
- Analisis Sperma Normal: Pria memiliki jumlah, pergerakan (motilitas), dan bentuk (morfologi) sperma yang berada dalam rentang normal.
- Saluran Tuba Paten: Melalui pemeriksaan seperti HSG (Hysterosalpingography), dipastikan saluran tuba falopi wanita tidak tersumbat dan sperma bisa bertemu sel telur.
- Rongga Rahim Normal: Tidak ada masalah struktural signifikan di dalam rahim (seperti fibroid besar, polip, atau jaringan parut) yang akan menghalangi implantasi embrio.
Ketika keempat pilar ini dinyatakan “baik” namun kehamilan belum terjadi, itulah yang disebut “teka-teki” infertilitas idiopatik.
Mengurai Teka-Teki: Penyebab yang “Tersembunyi”
Penting untuk dipahami: “Tidak terjelaskan” bukan berarti “tidak ada alasan.”
Itu hanya berarti bahwa dengan teknologi diagnostik yang kita gunakan saat ini, alasan pastinya belum dapat teridentifikasi. Dokter dan peneliti percaya bahwa ada banyak faktor “halus” atau tersembunyi yang mungkin berperan di balik layar.
Beberapa tersangka utamanya adalah:
- Masalah Kualitas Sel Telur: Tes hanya bisa memastikan apakah ovulasi terjadi, bukan kualitas sel telur yang dilepaskan. Kualitas sel telur (terutama menurun seiring bertambahnya usia) sangat penting untuk menciptakan embrio yang sehat.
- Masalah Kualitas Sperma: Analisis sperma standar tidak memeriksa segalanya. Sperma mungkin terlihat normal di bawah mikroskop, tetapi memiliki tingkat kerusakan DNA (fragmentasi DNA sperma) yang tinggi, yang dapat menghambat pembuahan atau perkembangan embrio.
- Kegagalan Fertilisasi: Sperma dan sel telur mungkin bertemu di saluran tuba, tetapi karena alasan biokimiawi, keduanya gagal melakukan “jabat tangan” yang diperlukan untuk pembuahan.
- Masalah Implantasi: Embrio yang sehat mungkin telah terbentuk, tetapi gagal menempel (implantasi) pada dinding rahim. Ini bisa disebabkan oleh masalah pada “jendela implantasi” atau reseptivitas (daya terima) lapisan endometrium.
- Endometriosis Ringan: Kasus endometriosis yang sangat ringan mungkin tidak terdeteksi oleh USG atau HSG, tetapi tetap dapat menciptakan lingkungan inflamasi (peradangan) di panggul yang “toksik” bagi sperma, sel telur, atau embrio.
- Faktor Imunologi: Sistem kekebalan tubuh yang terlalu aktif (autoimun) terkadang bisa keliru menyerang sperma atau embrio, menganggapnya sebagai benda asing.
Dari “Mengapa” ke “Bagaimana”: Langkah Selanjutnya
Mendapatkan diagnosis ini bisa terasa seperti menemui jalan buntu, tetapi sebenarnya tidak. Ini adalah titik di mana fokus bergeser: dari “Mencari tahu mengapa ini terjadi” menjadi “Mencari tahu bagaimana kita bisa mengatasinya.” Pilihan perawatan untuk infertilitas idiopatik bersifat empiris (berdasarkan apa yang terbukti berhasil secara statistik) dan biasanya dilakukan secara bertahap.
1. Perubahan Gaya Hidup
Ini adalah fondasi yang tidak boleh diabaikan. Mencapai berat badan ideal, mengelola stres, berhenti merokok, mengurangi alkohol, dan menerapkan pola makan sehat terbukti dapat meningkatkan kesuburan alami pada beberapa pasangan.
2. Stimulasi Ovarium dan Hubungan Terjadwal
Bahkan jika Anda berovulasi normal, dokter mungkin meresepkan obat kesuburan (seperti Clomiphene atau Letrozole). Tujuannya adalah untuk “memaksimalkan peluang” dengan memproduksi lebih dari satu sel telur matang (disebut superovulasi), sehingga meningkatkan target untuk sperma.
3. Inseminasi Intrauterin (IUI)
Ini adalah langkah yang paling umum diambil.
- Wanita kembali menggunakan obat stimulasi ovarium.
- Saat ovulasi, sampel sperma terbaik (yang telah “dicuci” di laboratorium) disuntikkan langsung ke dalam rahim.
- Logikanya: IUI menempatkan sperma berkualitas tinggi dalam jumlah besar sedekat mungkin dengan sel telur, memotong waktu dan rintangan perjalanan mereka.
4. In Vitro Fertilization (IVF) atau Bayi Tabung
IVF seringkali menjadi pengobatan paling efektif untuk infertilitas idiopatik karena mampu “melewati” hampir semua teka-teki yang tersembunyi.
- Pembuahan: IVF memastikan pembuahan terjadi dengan mempertemukan sel telur dan sperma di cawan laboratorium.
- Pemantauan: Dokter dapat memantau apakah embrio berkembang dengan baik.
- Transfer: Embrio dengan kualitas terbaik dipilih dan ditempatkan langsung ke dalam rahim, melewati saluran tuba dan masalah transportasi.
Referensi
American Society for Reproductive Medicine. (2020). Infertility workup for the infertile couple: A committee opinion. Fertility and Sterility, 113(3), 515–523. https://doi.org/10.1016/j.fertnstert.2019.11.016
Bhattacharya, S., Marcus, N., & McLernon, D. J. (2019). Prognosis and treatment of unexplained infertility. The Obstetrician & Gynaecologist, 21(2), 127–134. https://doi.org/10.1111/tog.12557
Cleveland Clinic. (2022, November 29). Unexplained infertility: Causes, symptoms, diagnosis & treatment. https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/24458-unexplained-infertility
Practice Committee of the American Society for Reproductive Medicine. (2020). Management of unexplained infertility: a committee opinion. Fertility and Sterility, 114(1), 80–85. https://doi.org/10.1016/j.fertnstert.2020.03.018Sharma, R., Biedenharn, K. R., Fedor, J. M., & Agarwal, A. (2023). Sperm DNA fragmentation in unexplained infertility: A systematic review and meta-analysis. Journal of Assisted Reproduction and Genetics, 40(4), 869–885. https://doi.org/10.1007/s10815-023-02758-y
by Admin Kebidanan | Nov 14, 2025 | Artikel D3
Dosen Prodi Kebidanan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Alma Ata
Kekhawatiran umum yang sering dihadapi ibu baru adalah, “Apakah ASI saya cukup?” Kabar baiknya, hampir semua ibu mampu memproduksi ASI yang cukup. Kunci produksi ASI terletak pada prinsip “supply and demand” (penawaran dan permintaan). Semakin sering ASI dikeluarkan, baik melalui isapan bayi maupun pompa, semakin banyak sinyal yang diterima tubuh untuk memproduksinya.
Jika Anda merasa suplai ASI perlu ditingkatkan, jangan panik. Berikut adalah 7 cara efektif untuk membantu melancarkan dan memperbanyak produksi ASI Anda.
1. Perbaiki Posisi dan Perlekatan (Latch)
Ini adalah fondasi utama. Pelekatan yang salah tidak hanya membuat puting lecet, tetapi juga membuat bayi tidak efisien mengosongkan payudara. Payudara yang tidak kosong sempurna memberi sinyal pada tubuh untuk mengurangi produksi. Pastikan mulut bayi terbuka lebar mencakup sebagian besar areola, bukan hanya putingnya.
2. Susui Sesering Mungkin (On-Demand)
Lupakan jam dinding; ikuti isyarat lapar bayi (feeding on demand). Bayi baru lahir mungkin perlu menyusu 8-12 kali dalam 24 jam. Semakin sering payudara dirangsang dan dikosongkan, semakin kuat sinyal “pesanan” ASI ke otak. Di minggu-minggu awal, jangan biarkan bayi tidur lebih dari 3-4 jam tanpa menyusu.
3. Kosongkan Payudara Secara Efektif
Ingat, payudara yang kosong adalah sinyal untuk mengisi ulang. Biarkan bayi tuntas menyusu di satu sisi (sampai terasa lembut) sebelum menawarkan sisi lainnya. Jika payudara masih terasa penuh atau Anda terpisah dari bayi, gunakan pompa. Memompa 10-15 menit setelah sesi menyusui dapat memberi stimulus ekstra.
4. Lakukan Kontak Kulit ke Kulit (Skin-to-Skin)
Metode sederhana ini sangat ampuh. Meletakkan bayi di dada ibu tanpa kain memicu pelepasan hormon Oksitosin (hormon cinta). Hormon ini krusial untuk refleks keluarnya ASI (let-down reflex) dan membuat ibu rileks, yang keduanya mendukung suplai ASI.
5. Jaga Nutrisi dan Hidrasi Ibu
Tubuh Anda membutuhkan bahan bakar ekstra untuk memproduksi “makanan” bagi bayi. Fokuslah pada makanan bergizi seimbang—kaya protein, lemak sehat, dan serat. Tetap terhidrasi; sediakan sebotol air di dekat Anda. Makanan pelancar ASI (booster) seperti daun katuk boleh dikonsumsi, namun stimulator terbaik tetap isapan bayi.
6. Kelola Stres dan Istirahat Cukup
Stres, cemas, dan kelelahan adalah “musuh” utama Oksitosin. Stres dapat menghambat refleks keluarnya ASI (LDR), membuat ASI seolah “mampet” padahal produksinya ada. Prioritaskan istirahat. Tidurlah saat bayi tidur dan jangan ragu meminta bantuan pasangan.
7. Pijat Laktasi dan Kompres Hangat
Teknik ini membantu melancarkan aliran. Kompres payudara dengan handuk hangat sebelum menyusui. Saat menyusui, lakukan pijatan laktasi dengan lembut—gerakan melingkar dari pangkal payudara ke arah puting—untuk membantu mendorong ASI keluar dan mengosongkan saluran susu.
Kapan Harus Mencari Bantuan Profesional?
Jika Anda telah mencoba semua cara namun tetap khawatir, atau jika bayi menunjukkan tanda dehidrasi (popok basah berkurang, lesu), jangan pernah ragu. Segera hubungi Konselor Laktasi (IBCLC) atau bidan profesional.
Mendapatkan bimbingan dari tenaga kesehatan yang kompeten di masa-masa awal sangatlah penting. Inilah mengapa pendidikan kebidanan berkualitas menjadi vital. Program D3 kebidanan terbaik di jogja yang ada di Universitas Alma Ata, berfokus mencetak bidan-bidan profesional yang tidak hanya ahli dalam mendampingi persalinan, tetapi juga mumpuni dalam manajemen laktasi untuk sukses mendampingi ibu dan bayi.
Penutup
Perjalanan menyusui adalah milik Anda. Setiap tetes ASI berharga. Percaya pada tubuh Anda, terapkan tips ini, dan yang terpenting, jangan ragu meminta dukungan dari profesional kesehatan yang terlatih.
Referensi:
Ikatan Dokter Anak Indonesia. (n.d.). ASI. https://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/asi
La Leche League International. (n.d.). Increasing milk supply. https://www.llli.org/breastfeeding-info/increasing-milk-supply/World Health Organization. (2024, 2 Agustus). Breastfeeding. https://www.who.int/health-topics/breastfeeding
by Admin Kebidanan | Nov 12, 2025 | Berita
Prof. Dr. Siti Roshaidai Mohd Arifin, Head of Research and Innovation Kulliyyah of Nursing, International Islamic University Malaysia (IIUM Kuantan), menjadi narasumber bidang kebidanan dalam ajang internasional The 7th Asia-Pacific Partnership on Health and Nutrition Improvement (APHNI) yang diselenggarakan pada 5 November 2025.
Dalam presentasinya bertajuk “Integrating Mental Health and NCD Services in Community Midwifery Practice: A Holistic Approach”, Prof. Roshaidai menyoroti pentingnya pendekatan menyeluruh (holistic approach) dalam pelayanan kebidanan komunitas dengan mengintegrasikan kesehatan mental dan penyakit tidak menular (Non-Communicable Diseases/NCDs).
Beliau menjelaskan bahwa gangguan mental seperti depresi dan kecemasan pada masa perinatal memiliki hubungan dua arah dengan penyakit tidak menular — di mana keduanya saling memperburuk kondisi kesehatan ibu. Hal ini menegaskan perlunya peran bidan dalam skrining dini, edukasi, dan dukungan psikososial kepada ibu hamil dan pascapersalinan.
Prof. Roshaidai juga memaparkan hasil kolaborasi lintas negara di kawasan Asia Tenggara, termasuk pengembangan Perinatal Depression Screening and Management Manual dan kerja sama UK–Southeast Asia Maternal Mental Health Collaboration.
Selain itu, beliau memperkenalkan inovasi i-PartnerPulse Framework, sebuah pendekatan digital yang melibatkan pasangan suami istri dalam upaya pencegahan dan penanganan depresi perinatal berbasis aplikasi daring.
Melalui paparannya, Prof. Roshaidai menegaskan pentingnya peran bidan komunitas dalam memberikan pelayanan kebidanan yang tidak hanya berfokus pada aspek fisik, tetapi juga pada kesehatan mental ibu dan keluarga sebagai satu kesatuan yang saling terkait.
by Admin Kebidanan | Nov 12, 2025 | Artikel D3
Dosen Prodi Kebidanan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Alma Ata
Organ kemaluan, baik pada pria maupun wanita, memainkan peran sentral tidak hanya dalam fungsi reproduksi tetapi juga dalam kesehatan dan kualitas hidup secara keseluruhan. Seringkali dianggap sebagai topik tabu, kesehatan genital adalah komponen fundamental yang memerlukan perhatian dan perawatan yang sama seriusnya dengan organ vital lainnya seperti jantung atau otak. Mengabaikan kesehatan area ini dapat menyebabkan berbagai komplikasi, mulai dari infeksi yang mengganggu, infertilitas, hingga kondisi yang mengancam jiwa seperti kanker.
Pentingnya menjaga organ kemaluan didasarkan pada empat pilar utama: kebersihan yang tepat, pencegahan penyakit menular seksual (PMS), proteksi proaktif melalui vaksinasi, dan kesadaran akan deteksi dini
1. Pilar Kebersihan: Fondasi Kesehatan Genital
Menjaga kebersihan adalah langkah paling dasar namun krusial. Praktik kebersihan yang tidak tepat, baik itu kurang bersih maupun berlebihan (seperti douching pada wanita), dapat mengganggu mikrobioma alami (keseimbangan bakteri baik) di area genital.
- Pada Wanita: Kebersihan yang buruk atau praktik yang salah dapat meningkatkan risiko infeksi saluran kemih (ISK) dan Bacterial Vaginosis (BV), yang ditandai dengan keputihan abnormal dan bau tidak sedap
- Pada Pria: Kebersihan yang tidak terjaga, terutama pada pria yang tidak disunat, dapat menyebabkan penumpukan smegma yang memicu peradangan (balanitis) dan infeksi.
Penelitian modern secara konsisten menunjukkan bahwa edukasi dan pengetahuan adalah kunci utama untuk praktik kebersihan yang benar. Sebuah studi kuasi-eksperimental tahun 2024 di African Journal of Reproductive Health menemukan bahwa intervensi edukasi yang terencana secara signifikan meningkatkan perilaku kebersihan genital yang benar di kalangan siswi (Simsek Kuçukkelepce et al., 2024). Ini menegaskan bahwa pengetahuan yang tepat adalah garis pertahanan pertama melawan infeksi.
2. Pilar Pencegahan: Melindungi Diri dari PMS
Penyakit Menular Seksual (PMS) seperti klamidia, gonore, sifilis, dan HIV, merupakan ancaman serius bagi kesehatan kemaluan. Infeksi ini seringkali tidak menunjukkan gejala awal namun dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang, termasuk penyakit radang panggul, infertilitas, dan komplikasi kehamilan.
Data global, termasuk dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), menunjukkan beban PMS yang masih sangat tinggi. Praktik seks aman, seperti penggunaan kondom dan tidak berganti-ganti pasangan, adalah metode pencegahan yang paling efektif.
Namun, kesenjangan pengetahuan tetap menjadi masalah besar. Sebuah studi tahun 2023 yang diterbitkan di The Open Public Health Journal yang dilakukan di Jakarta, Indonesia, menyoroti adanya kekurangan dalam pengetahuan, sikap, dan praktik (KAP) terkait PMS di kalangan wanita usia reproduktif. (Handayani et al., 2023).
3. Pilar Proteksi: Vaksinasi HPV untuk Pencegahan Kanker
Salah satu kemajuan medis terbesar dalam kesehatan genital adalah pengembangan vaksin Human Papillomavirus (HPV). HPV adalah virus yang sangat umum ditularkan secara seksual dan merupakan penyebab utama dari hampir semua kasus kanker serviks pada wanita. Tak hanya itu, HPV juga bertanggung jawab atas sebagian besar kasus kanker anus, penis, vagina, dan vulva.
Menjaga kesehatan kemaluan saat ini juga berarti mengambil langkah proaktif untuk mencegah infeksi ini. Sebuah tinjauan (review) tahun 2024 di Progress in Health Sciences menegaskan bahwa vaksinasi HPV sangat efektif, di mana vaksin 9-valen (yang tersedia saat ini) diperkirakan dapat mencegah hingga 90% kasus kanker serviks (Woźniak-Holecka et al., 2024). Vaksinasi ini idealnya diberikan pada usia remaja, sebelum aktif secara seksual, baik untuk anak perempuan maupun laki-laki.
4. Pilar Deteksi Dini: Mengenali Tubuh Sendiri
Banyak penyakit serius pada organ kemaluan, terutama kanker, memiliki tingkat kesembuhan yang sangat tinggi jika ditemukan pada stadium awal.
- Untuk Pria: Kanker testis adalah kanker paling umum pada pria muda (usia 15-35 tahun). Kunci deteksinya adalah melalui Pemeriksaan Testis Sendiri (SADARI Testis / TSE). Sebuah studi di PLOS One (2025) menyoroti “kesadaran yang buruk secara kritis” di kalangan pria dewasa, di mana mayoritas (79,4%) melaporkan belum pernah mendengar tentang TSE (Ahmed et al., 2025). Padahal, jika terdeteksi dini, tingkat kelangsungan hidup kanker testis mencapai 99%.
- Untuk Wanita: Selain Pap smear rutin untuk mendeteksi kanker serviks, mengenali perubahan tidak biasa pada vulva atau vagina (benjolan, luka yang tidak sembuh, pendarahan abnormal) sangat penting untuk deteksi dini kanker ginekologi lainnya
Kesimpulan
Menjaga kesehatan organ kemaluan adalah tanggung jawab seumur hidup yang melampaui sekadar kebersihan. Ini adalah pendekatan holistik yang mencakup edukasi kebersihan yang benar, praktik seksual yang aman untuk mencegah PMS, vaksinasi proaktif seperti HPV untuk melawan kanker, dan kesadaran deteksi dini melalui pemeriksaan mandiri. Mengabaikan area ini bukan hanya berisiko menyebabkan ketidaknyamanan, tetapi juga dapat berdampak fatal. Sudah saatnya membuang stigma dan secara terbuka mencari informasi serta bantuan medis untuk menjaga aset vital ini — sebagaimana menjadi bagian dari edukasi dan pelayanan promotif-preventif yang kami kembangkan di Program Studi D3 Kebidanan terbaik di Jogja, Universitas Alma Ata. Kami hadir untuk membentuk bidan yang tidak hanya kompeten secara klinis, tetapi juga menjadi agen perubahan dalam kesehatan reproduksi perempuan Indonesia.
Referensi
- Ahmed, A., Al-Shamsi, S., Al-Ali, M. H., & El-Dahiyat, F. (2025). Assessment of testicular self-examination awareness and practice among adult males in Ajman, United Arab Emirates: A cross-sectional study. PLOS One, 20(x), e0326919. https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0326919
- Handayani, F., Murti, B., & Sulaeman, E. S. (2023). Knowledge, Attitude, and Practice Towards Sexually Transmitted Infections Among Women of Reproductive Age in an Urban Community Health Centre in Indonesia. The Open Public Health Journal, 16, e187494452301050. https://openpublichealthjournal.com/VOLUME/16/ELOCATOR/e187494452301050/
- Simsek Kuçukkelepce, D. S., Sahin, T., & Aydın Ozkan, S. A. (2024). Effects of planned education on genital hygiene behavior of adolescent females in a secondary school: A quasi-experimental study in northern Cyprus. African Journal of Reproductive Health, 28(2), 107-115. https://www.ajrh.info/index.php/ajrh/article/view/4336
- Woźniak-Holecka, J., Bains, R., & Holecki, T. (2024). Current status of HPV vaccination – recommendation and introduction in European countries. Progress in Health Sciences, 14(1), 161–170. https://apcz.umk.pl/QS/article/view/53870